Arsip

^_^ (III)

Alloh SWT tidak memberi apa yang kita inginkan, tetapi Ia memberi apa yang kita butuhkan. kadang kita kecewa, sedih dan terluka, tapi jauh di atas segalanya Ia sedang merajut yang terbaik untuk kehidupan kita. oleh karenanya bersyukur atas segala karuniaNya

^_^ (II)

Ya Rabb,
Anugerahkan kepadaku,
hati yang tak pernah membenci,
Sentuhan yang tak pernah menyakiti,
Jiwa yang tak pernah gelisah,
Tangan yang tak pernah henti berbagi,
Senyuman ang tak pernah pudar,
Kasih sayang yang tak pernah pamrih,
Cinta tulus yang tak pernah berakhir.

^_^ (1)

Sekolah adalah pilihan. harus kluar dengan titel, tuntaskan. BUKAN UNTUK STATUS .

HIPERTENSI

HIPERTENSI

BAB I

PENDAHULUAN

 

  1. A.      LATAR BELAKANG

Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi demografi dan transisi teknologi di Indonesia dewasa ini telah mengakibatkan perubahan pola penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit tidak menular (PTM) meliputi penyakit degeneratif dan  man made diseases yang merupakan faktor utama masalah morbiditas dan mortalitas.1,2 Transisi epidemiologi ini disebabkan terjadinya perubahan sosial ekonomi, lingkungan dan perubahan struktur penduduk, saat masyarakat telah mengadopsi gaya hidup tidak sehat, misalnya merokok, kurang aktivitas fisik, makanan tinggi lemak dan kalori, serta konsumsi alkohol yang diduga merupakan faktor risiko PTM. 1,3 WHO memperkirakan, pada tahun 2020 PTM akan menyebabkan 73% kematian dan 60% seluruh kesakitan di dunia. Diperkirakan negara yang paling merasakan dampaknya adalah negara berkembang termasuk Indonesia. 3,4

Salah satu PTM yang menjadi masalah kesehatan sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer. Di  Amerika, diperkirakan 1 dari 4 orang dewasa menderita hipertensi.5 Apabila penyakit ini tidak terkontrol, akan menyerang target organ, dan menyebabkan serangan jantung, stroke, gangguan ginjal, serta perdarahan pada retina sampai dengan kebutaan. Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa penyakit hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan peluang 7 kali lebih besar terkena stroke, 6 kali lebih besar terkena congestive heart failure, dan 3 kali lebih besar terkena serangan jantung.4-7

Menurut WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di antaranya meninggal setiap tahunnya. Tujuh dari setiap 10 penderita tersebut tidak mendapatkan pengobatan secara adekuat.6,7

Di Indonesia, angka kejadian hipertensi berkisar 6-15% dan masih banyak penderita yang belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan, terutama di daerah pedesaan. Sementara itu, di Amerika Serikat, data NHANES (National Health and Nutrition Examination Survey) memperlihatkan bahwa risiko hipertensi meningkat sesuai dengan peningkatan usia. Data NHANES 2005-2008 memperlihatkan kurang lebih 76,4 juta orang berusia ≥20 tahun adalah penderita hipertensi, berarti 1 dari 3 orang dewasa menderita hipertensi.8

Di Indonesia masalah hipertensi cenderung meningkat. Hasil Survei Kesehatan Rumah  Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan bahwa 8,3% penduduk menderita hipertensi dan meningkat menjadi 27,5% pada tahun 2004.9 Hasil SKRT 1995, 2001 dan 2004 menunjukkan penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit nomor satu penyebab kematian di Indonesia dan sekitar 20–35% dari kematian tersebut disebabkan oleh hipertensi. Penelitian epidemiologi membuktikan bahwa hipertensi berhubungan secara linear dengan morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskular. 10

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional tahun 2007 menunjukkan prevalensi hipertensi berdasarkan pengukuran termasuk kasus yang sedang minum obat, secara nasional adalah 32,2%. Prevalensi tertinggi ditemukan di Provinsi Kalimantan Selatan (39,6%) sedangkan terendah di Papua Barat (20,1%). Prevalensi hipertensi nasional berdasarkan pengukuran saja adalah 28,3%; Provinsi dengan prevalensi tertinggi tetap Kalimantan Selatan (35,0%), yang terendah juga tetap Papua Barat (17,6%). Berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan dan/atau minum obat, prevalensi secara nasional hanya 7,7%, tertinggi didapatkan di Sulawesi Utara (11,4%), dan terendah di Papua (4,2%). Cakupan tenaga kesehatan terhadap hipertensi adalah 24,2%, dan dua provinsi dengan cakupan tenaga kesehatan yang cukup tinggi adalah Sulawesi Utara (37,4%) dan Papua Barat (35,3%), sedangkan terendah ditemukan di Sulawesi Barat (13,9%). 76,0% kasus hipertensi pada masyarakat di Kalimantan Selatan belum terdiagnosis.11

 

  1. B.       TUJUAN

Tujuan dari penulisan makalah untuk menggambarkan penyakit hipertensi, mengidentifikasi berbagai faktor yang mempengaruhi hipertensi, beberapa tindakan preventif yang coba ditawarkan dan penatalaksanaan hipertensi.

BAB II

PEMBAHASAN

 

  1. A.   Definisi Hipertensi

Hipertensi terjadi pada kedaan peningkatan tekanan darah yang melebihi 140 mmHg untuk tekanan sistolik dan 90 mmHg untuk tekanan diastolik. Hipertensi sangat dipengaruhi oleh tekanan darah. Seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang ditunjukkan oleh angka sistolik (bagian atas) dan angka bawah (diastolik) pada pemeriksaan tensi darah menggunakan alat pengukur tekanan darah baik yang berupa cuff air raksa (sphygmomanometer) ataupun alat digital lainnya. Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik). Hipertensi dapat menyerang siapa saja. Hipertensi dapat disebabkan oleh genetic, umur, jenis kelamin, pekerjaan ataupun ras/suku bangsa, Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah, tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis. Tetapi di atas usia tersebut, justru wanita (setelah mengalami menapouse) berpeluang lebih besar. Hal ini dipengaruhi perubahan hormonal yang berperan besar dalam terjadinya hipertensi di kalangan wanita usia lanjut.12

 

Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah untuk umur 18 tahun atau lebih 13

  1. B.   Epidemiologi Hipertensi

Di Amerika, diperkirakan 30% penduduknya (± 50 juta jiwa) menderita tekanan darah tinggi (≥140/90 mmHg) dengan persentase biaya kesehatan cukup besar setiap tahunnya (Hajjar I, 2003). Menurut National Health and Nutrition Examination Survey (NHNES), insiden hipertensi pada orang dewasa di Amerika tahun 1999-2000 adalah sekitar 29-31%, yang berarti bahwa terdapat 58-65 juta orang menderita hipertensi, dan terjadi peningkatan 15 juta dari data NHNES III tahun 1988-1991.14

 

Grafik 1. Angka kejadian hipertensi pada orang dewasa ≥ 20 tahun berdasarkan umur dan jenis kelamin (NHANES 2005-2008) 8

 

Pada tahun 2000, lebih dari 25% populasi dunia merupakan penderita hipertensi, atau sekitar 1 miliar orang, dan dua pertiga penderita hipertensi ada di negara berkembang. Bila tidak dilakukan upaya yang tepat, jumlah ini akan terus meningkat, dan pada tahun 2025 yang akan datang, jumlah penderita hipertensi diprediksi akan meningkat menjadi 29%, atau sekitar 1,6 miliar orang di seluruh dunia. Prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk saat ini.8

Hipertensi adalah suatu gangguan pada sistem peredaran darah yang mengganggu kesehatan masyarakat. Umumnya terjadi yang berusia setengah baya (> 40 tahun). Namun banyak yang tidak menyadari bahwa mereka menderita hipertensi akibat gejalanya tidak nyata. Pada stadium awal, belum menimbulkan gangguan yang serius. Sekitar 1,8% – 28,6% penduduk dewasa penderita hipertensi. Prevalensi hipertensi di seluruh dunia diperkirakan antara 15-20%.8,15

Prevalensi hipertensi lebih besar ditemukan pada pria, daerah perkotaan, daerah pantai dan orang gemuk. Pada usia setengah baya dan muda, hipertensi ini lebih banyak menyerang pria daripada wanita. Pada golongan umur 55-64 tahun, penderita hipertensi pada pria dan wanita sama banyak. Pada usia 65 tahun ke atas, penderita hipertensi wanita lebih banyak daripada pria. Penelitian epidemiologi membuktikan bahwa tingginya tekanan darah berhubungan erat dengan kejadian penyakit jantung. Sehingga pengamatan pada populasi menunjukkan bahwa penurunan tekanan darah dapat menurunkan terjadinya penyakit jantung. Seseorang penderita hipertensi mempunyai risiko terserang penyakit jantung koroner 5 kali lebih besar.8,15

 

 

 

Grafik 2. Peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik berhubungan dengan peningkatan risiko kematian karena kardiovaskuler 8

 

  1. C.      Patofisiologi Hipertensi

Pada kondisi asupan garam yang berlebihan tubuh dapat menahan terlalu banyak air sehingga volume cairan darah akan meningkat tanpa disertai penambahan ruang pada pembuluh darah, selain itu berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah. Pada saat cemas, sistem saraf simpatis, merangsang pembuluh darah, sebagai rangsangan emosi. Medulla adrenal (kelenjar penghasil hormone yang terdapat diatas ginjal) mengeluarkan epinefrin (adrenalin) yang menyebabkan vasokontriksi (penyempitan) pembuluh darah. Vasokontriksi menyebabkan aliran darah ke ginjal berkurang sehingga merangsang pelepasan renin oleh ginjal.16

Peranan renin-angiotensin sangat penting pada hipertensi renal atau yang disebabkan karena gangguan pada ginjal. Apabila bila terjadi gangguan pada ginjal, maka ginjal akan banyak mensekresikan sejumlah besar renin. Renin merupakan enzim yang bekerja pada suatu protein, angiotensinogen untuk melepaskan Angiotensin. Menurut Klabunde (2007) pengeluaran renin dapat  disebabkan aktivasi saraf simpatis (pengaktifannya melalui  β1-adrenoceptor), penurunan tekanan arteri ginjal (disebabkan oleh penurunan tekanan sistemik atau stenosis arteri ginjal), dan penurunan asupan garam ke tubulus distal.16

 

Gambar 1. Proses pengeluaran rennin dari ginjal, pembentukan dan fungsi angiotensin II 17

 

Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan pada uraian berikut. Renin bekerja secara enzimatik pada protein plasma lain, yaitu suatu globulin yang disebut bahan renin (atau angiotensinogen), untuk melepaskan peptida asam amino-10, yaitu angiotensin I. Angiotensin I memiliki sifat vasokonstriktor yang ringan tetapi tidak cukup untuk menyebabkan perubahan fungsional yang bermakna dalam fungsi  sirkulasi.  Renin menetap dalam darah selama 30 menit sampai 1 jam dan terus menyebabkan pembentukan angiotensin I selama sepanjang waktu tersebut (Guyton dan Hall, 1997). Dalam beberapa detik setelah pembentukan angiotensin I, terdapat dua asam amino tambahan yang memecah dari angiotensin untuk membentuk angiotensin II peptida asam amino-8. Perubahan ini hampir seluruhnya terjadi selama beberapa detik sementara darah mengalir melalui pembuluh kecil pada paru-paru, yang dikatalisis oleh suatu enzim, yaitu enzim pengubah, yang terdapat di endotelium pembuluh paru yang disebut Angiotensin Converting Enzyme (ACE). Angiotensin II adalah vasokonstriktor yang sangat kuat, dan memiliki efek-efek lain yang juga mempengaruhi sirkulasi. Angiotensin II menetap dalam darah hanya selama 1 atau 2 menit karena angiotensin II secara cepat akan diinaktivasi oleh berbagai enzim darah dan jaringan yang secara bersama-sama disebut angiotensinase.18

Mekanisme terjadinya hipertensi diawali dengan terbentuknya angiotensin II dari angiostensin I oleh Angiostensin Converting Enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormone, renin (diproduksi di ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II . Angiotensin II adalah zat yang terjadi secara alami menyebabkan terjadinya tekanan darah melalui vasokontriksi pembuluh darah dan retensi (penyimpangan) garam dan air. Mekanisme kerja dari angiotensin adalah sebagai berikut.

Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormone antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diroduksi di hipotalamus (kelenjar pituitary) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi tinggi osmolitasnya (pekat). Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan deri bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat, yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.

Renin

 

Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormone steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi eksresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorbsi dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 2.  Patofisiologi hipertensi

(Sumber: Nurhaedar J, 2010) 19

 

Tekanan  darah dipengaruhi oleh curah jantung  dan tahanan perifer. Berbagai faktor yang mempengaruhi curah jantung dan tahanan perifer akan mempengaruhi tekanan darah. Tekanan darah membutuhkan aliran darah melalui

Pembuluh darah yang ditentukan oleh kekuatan pompa jatung (cardiacoutput) dan tahanan perifer (peripheral resistance). Sedangkan  cardiac output dan tahanan  perifer dipengaruhi  oleh faktor-faktor yang saling berinteraksi asupan natrium, stres, obesitas, genetic dan lain-lain. Hipertensi terjadi  jika terdapat abnormalitas faktor-faktor tersebut.33

 

Gambar 3. Beberapa faktor yang berperan dalam peningkatan tekanan darah33

 

            Awalnya kombinasi faktor herediter dan faktor lingkungan  menyebabkan perubahan homeostasis kardiovaskular  (prehypertension), namun belum cukup meningkatkan tekanan  darah sampai tingkat abnormal, walaupun demikian cukup untuk memulai kaskade yang beberapa tahun kemudian menyebabkan tekanan darah biasanya meningkat  (earlyhypertension).Sebagian orang dengan perubahan gaya (pola) hidup dapat menghentikan kaskade (proses) tersebut dan kembali ke normotensi. Sebagian lainnya akhirnya berubah menjadi  established hypertension (hipertensimenetap), yang  jika berlangsung lama dapat menyebabkan komplikasi pada target organ.33

Penelitian INTERSALT (International Study of Sodium, Potassium, and Blood Pressure) untuk mengetahui hubungan antara asupan garam dengan tekanan darah adalah contoh/ilustrasi yang baik tentang peranan keseimbangan natrium dan cairan tubuh terhadap hipertensi. Penelitan ini merupakan penelitian epidemiologi dengan sampel sebesar 10.079 pasien pria dan wanita dengan usia 20 – 59 tahun dari 52 negara. Hasilnya memperlihatkan bahwa makin tinggi asupan garam seseorang, makin tinggi pula tekanan darah rata-rata orang tersebut. Dengan menurunkan asupan garam, terjadi penurunan tekanan darah yang diikuti dengan penurunan kejadian PJK (Penyakit Jantung Koroner) dan penurunan risiko stroke. Berdasarkan penelitian ini, AHA (American Heart Association) merekomendasikan pada hipertensi asupan Natrium yang ideal adalah 1,5 gram sehari atau ekuivalen dengan 3,8 gram NaCl sehari.8

 

  1. D.      FAKTOR RISIKO HIPERTENSI
  2. Faktor Demografi
    1. Umur

Pada umumnya tekanan darah naik dengan bertambahnya umur terutama setelah umur 40 tahun (Depkes, 2006). Sejalan dengan proses pertambahan umur, risiko seseorang terkena penyakit kardiovaskuler meningkat. Hal ini dikarenakan efisiensi sistem kardiovaskuler mengalami penurunan dan masalah-masalah yang berhubungan dengan fungsi sistem tersebut. Dengan bertambahnya umur, secara perlahan-lahan akan menghilan kemampuan jaringan tubuh untuk menganti diri/ memperbaiki dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya, sehingga akan semakin banyak timbul distorsi metabolik dan struktural, yang disebut penyakit degeneratif, termasuk salah satunya hipertensi.

  1. Jenis Kelamin

Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun wanita terlindungi dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoproein (HDL). Kadar kolestrol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses arterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini erus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun. Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria bila terjadi pada usia dewasa muda.21

  1. Riwayat Keluarga

Peran faktor riwayat keluarga terhadapa hipertensi esensial dapat dengan berbagai fakta yang dijumpai, seperti  adanya bukti bahwa kejadian hipertensi lebih banyak dijumpai pada pasien kembar monozigot daripada heterozigot, jika salah satunya diantaranya menderita hipertensi. Hipertensi akibat dari riwayat keluarga juga disebabkan faktor genetik pada keluarga tersebut. Beberapa peneliti mengatakan terdapat kelainan pada gen angiotensinogen tetapi mekanismenya mungkin bersifat poligenik. Gen angiotensinogen berperan penting dalam produksi zat penekan angiotensin, yang mana zat tersebut dapat meningkatkan tekanan darah. Terjadinya perubahan bahan angiostensinogen menjadi menjadi angiotensin I dan di dalam sirkulasi pulmonal angiotensin I diubah menjadi angiotensin II dan selanjutnya bahanangiostensin II inilah yang berperan merangsang beberapa pusat yang penting dan mengakibatkan terjadinya perubahan tekanan darah. Dalam mekanismenya, bahan angiotensin II mempengaruhi danmerangsang pusat haus dan minum di bagian hypothalamus di dalam otak, sehingga menyebabkan rangsangan yang meningkatkan masukan air dan selain itu juga merangsang pusat vasomotor dengan akibat meningkatkan rangsangan syaraf simpatis kepada arteriola, myocardium dan pacu jantung yang mengakibatkan tekanan darah tinggi atau hipertensi.22

  1. Suku/ Golongan Etnik

Berbagai golongan etnik dapat berbeda dalam kebiasaan makan, genetika, gaya hidup dan sebagainya yang dapat mengakibatkan angka kesakitan dan kematian. Pada kelompok orang dewasa di Amerika, kenaikan tekanan darah seiring umur dijumpai lebih banyak pada orang berkulit hitam daripada orang kulit putih. Besar variasi antar suku di Indonesia.21

  1. Faktor Status Kesehatan
    1. Kegemukan (Obesitas)

Obesitas adalah persentase abnormalitas lemak yang dinyatakan dalam IMT yaitu perbandingan antara berat badan dengan tinggi badan dalam meter kuadrat. Menurut penelitian di Australia obesitas mengakibatkan 1/3 jumlah penderita hipertensi dan 2/3 penyakit diabetes tipe 2. Orang obesitas juga diperkirakan akan meninggal dua kali lebih cepat dari orang dengan berat badan normal.20

Pada obesitas, tekanan perifer berkurang atau normal, aktivitas syaraf simpatis meninggi dan aktivitas renin plasma rendah. Resiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang-orang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seseorang yang berat badannya normal. Sedangkan pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-23% memiliki berat badan berlebih (overweight). Pada obesitas cenderung terjadi hal yang sama, adanya peningkatan volume plasma akan meningkatkan curah jantung yang berakibat meningkatnya tekanan darah, sedangkan resistensi pembuluh darah sistemik pada obesitas umumnya normal dan tidak berperan pada peningkatan tekanan darah (Kapojos EJ, 2008).

  1. Diabetes Melitus

Diabetes melitus adalah penyakit kronis karena tubuh tidak bisa menghasilkan insulin atau hanya sedikit menghasilkan insulin atau menahan insulin sehingga tidak dapat diproduksi. Akibat dari dfisiensi insulin dan kadar gula dalam darah meningkat yang selanjutnya dapat membahayakan pembuluh darah. Insulin berfungsi mengangkut glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai sumber energi dan disimpan sebagai glikogen.

  1. Faktor Perilaku
    1. Stres

Stres atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, rasa marah, endam, rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah meningkat. Jika stres berlangsung lama, tubuh akan berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau perubahan patologis. Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi atau penyakit maag. Diperkirakan prevalensi atau kejadian hipertensi pada orang kulit hitam di Amerika Serikat lebih tinggi dibandingkan dengan orang kulit putih disebabkan stres atau rasa tidak puas orang kulit hitam pada nasib mereka.23

Stres dapat mempengaruhi perubahan-perubahan pada hypotalamus, hal itu mengakibatkan terjadinya perubahan tekanan darah dan denyut jantung. Terdapat dua jalur reaksi hypotalamus dalam mengurangi rangsangan stres fisik, emosi dan sebagainya, yaitu :

  1. Dengan mengeluarkan sejumlah hormon vasopresin dan corticotropin Releasing Faktor (CRF), yang mana kedua hormon tersebut akan mempengaruhi daya retensi air dan ion natrium serta mengakibatkan kenaikan volume darah.
  2. Merangsang pusat vasomotor dan menghambat pusat vagus, sehingga timbul reaksi yang menyeluruh di dalam tubuh berupa peningkatan sekresi norephineprin dan ephineprin oleh medula adrenalis, meningkatkan frekuensi denyut jantung, meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung sehingga curah jantung meningkat. Perubahan-perubahan fungsi kardiovaskuler yang menyeluruh tersebut menyebabkan terjadinya kenaikan tekanan darah dan denyut jantung. 22

 

  1. Merokok

Merokok merupakan suatu proses pembakaran yang menimbulkan polusi udara dan secara sadar dihirup dan diserap oleh tubuh manusia. Rokok mengandung lebih dari 40000 komponen bahan kimia diantaranya adalah nikotin dan karbonmonoksida. Nikotin dapat menyebabkan kerusakan lapisan dalam pembuluh darah, meningkatkan tekanan darah dan kecanduan. Sedangkan kabonmonoksida dapat mengikat Hb darah sehingga tubuh kekurangan oksigen dan dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah. Rokok mengandung nikotin yang merupakan bahan pemberi kenikmatan pada rokok yang dapat meningkatkan denyut jantung, tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik. Peningkatan denyut jantung pada perokok terjadi pada menit pertama merokok dan sesudah 10 menit peningkatan mencapai 30%. Efek rokok akan meningkatkan kadar asam bebas lemak dalam plasma yan dapat mengurangi jumlah kadar lemak HDL. Selain itu merokok juga akan menghadirkan LDR, yaitu sebagai kolestrol jahat yang akan menyebabkan penyempitan arteri akibat terjadinya penumpukan kolestrol pada dinding arteri dan hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipertensi.23

Zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang di hisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri, mengakibatkan proses arterosklerosis dan tekanan darah tinggi. Merokok juga dapat meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-otot jantung. Asap rokok mengandung gas karbon monoksida yang lebih cepat mengikat hemoglobin dibanding oksigen. Akibatnya sulai oksigen yang seharusnya dibawa darah berkurang. Jantung harus meningkatkan daya tekan agar suplai darah bertambah untuk mengangkut kekurangan oksigen. Tekanan tinggi yang terus menerus, menyebabkan dinding pembuluh darah tidak tahan dan terjadilah kerusakan dimana-mana. Pembuluh darah menjadi tidak beraturan, tebal, mengeras, sehingga terjadi penyumbatan dan tekanan darah akan semakin meningkat.21,24

 

  1. Alkohol

Meskipun alkohol mempunyai efek positif yaitu berupa vasodilator, alkohol juga berkaitan dengan pengentalan lipoprotein. Meskipun sedikit, alkohol dapat meningkatkan tekanan darah sedangkan penggunaan alkohol yang terus menerus dalam jumlah yang banyak berakibat keracunan jantung, selerosis dan fibrosis dalam arteri kecil yag dapat menunjukkan adanya micro infark.

Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah dibuktikan. Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas. Namun diduga peningkatan kadar kortisol, dan peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah berperan dalam menaikkan tekanan darah. Beberapa studi menunjukkan hubungan langsung antara tekanan darah dan asupan alkohol dan diantaranya melaporkan bahwa efek tekanan darah baru namak pabila mengkonsumsi alkohol sekitar 2-3 gelas ukuran standar setiap harinya.

  1. Penggunaan kontrasepsi hormonal

Salah satu efek dari hormon progesteron adalah memicu nafsu makan dan meningkatkan berat badan sert menimbulkan nyeri kepala. Kontrasepsi hormonal memiliki sejumlah kontraindikasi, seperti kelainan pembuluh darah otak, gangguan fungsi hati, hipertensi, kencing manis, penyakit ginjal dan penyakit jantung. Risiko penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) terkait dengan penggunaan obat kontrasepsi hormonal yang berisi kombinasi hormon estrogen dan progesteron pada perempuan pra menopause kemungkinan terjadi karena prosespembentukan sumbatan di dalam pembuluh darah (thrombogenesis). Alat kontrasespsi hormonal kombinasi juga dapat menyebabkan penyakit tekanan darah tinggi (hipertensi) pada kurang lebih 4-5% perempuan yang tekanan darahnya normal sebeluum mengkonsumsi obat tersebut dan juga dapat meningkatkan tekanan darah pada kurang lebih 9-16% perempuan yang telah menderita hipertensi sebelumnya. Jadi efek samping tersebut tidak terjadi pada semua perempuan yang mengkonsumsi obat kontrasepsi hormonal kombinasi.25

  1. Konsumsi kopi

Konsumsi kopi yang berlebihan dalam jangka yang panjang dan jumlah yang banyak diketahui dapat meningkatkan risiko penyakit Hipertensi atau penyakit Kardiovaskuler. Beberapa penelitian menunjukan bahwa orang yang mengkonsumsi kafein (kopi) secara teratur sepanjang hari mempunyai tekanan darah rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan didalam 2-3 gelas kopi (200-250 mg) terbukti meningkatkan tekanan sistolik sebesar 3-14 mmHg dan tekanan diastolik sebesar 4-13 mmHg pada orang yang tidak mempunyai Hipertensi. Mengkonsumsi kafein secara teratur sepanjang hari mempunyai tekanan darah rata-rata lebih tinggi di bandingkan dengan kalau mereka tidak mengkonsumsi sama sekali.

Kebiasaan mengkonsumsi kopi dapat meningkatkan kadar kolesterol darah dan meningkatkan risiko terkena penyakit jantung. Menurut G.Sianturi (2003) kebiasaan minum kopi diklasifikasikan menjadi:

  1. Minum kopi ringan bila konsumsi kopi kurang dari 200 mg perhari (1-2 gelas sehari ) atau kurang dari 4sdm perhari
  2. Minum kopi sedang bila konsumsi kopi 200-400 mg perhari (3-4 gelas sehari) atau konsumsi 4-8 sdm perhari
  3. Minum kopi berat bila konsumsi lebih dari400 mg perhari (> 5 gelas sehari) atau konsumsi lebih dari 8 sdm perhari

 

  1. E.       DASH

Dietary Approacch to Stop Hypertension (DASH) merupakan diet bagi pasien-pasien hipertensi. Salah satu penanggulangan hipertensi yang direkomendasikan adalah pendekatan dietetik untuk menghentikan hipertensi atau dikenal dengan sebutan DASH sebab selama ini dilakukan hanya dengan pengaturan garam dan natriumnya saja (diet rendah garam), namun tidak memperhitungkan kualitas suatu susunan hidangan. DASH umumnya mencakup diet sayuran serta buah yang banyak mengandung serat pangan (30 gram/hari) dan mineral tertentu (kalium, magnesium serta kalsium) sementara asupan garamnya dibatasi.12 DASH mengandung lemak jenuh yang kecil dan rendah kolesterol. Kandungan potasium dan calsiumnya lebih tinggi, dengan kadar total sodium 2.4 gram perhari merupakan salah satu alternatif. Dengan diet ini terbukti menurunkan tekanan darah sistolik sebesar 11.5 mmHg dan tekanan darah diastolik 6.5 mmHg, serta menaikkan HDL sebesar 8.5 mg/dL, menurunkan TG sebesar 16 mg/dL, menurunkan berat badan 15 kg selama 6 bulan.44

Terdapat beberapa penelitian terkait dengan DASH dimana memaparkan bahwa diet DASH ini memiliki faktor yang besar dalam mengurangi risiko penyakit jantung koroner.26 Penelitian lain yang dilakukan oleh Malloy J et al (2010) menjelaskan bahwa pemberian diet DASH sangat berpengaruh terhadap tekanan darah sistolik.27 Diet DASH baik menurunkan tekanan darah substantial dengan pengurangan asupan natrium yang direkomendasikan sebesar 100 mmol/hari atau setara dengan 2,3 gram natrium atau 5,8 gram natrium klorida.28

Menurut Hartono, A (2012) ada beberapa prinsip diet yang berhubungan dengan upaya pencegahan hipertensi yaitu :

  1. Upaya mempertahankan berat badan ideal/normal menurut tinggi badan dengan IMT yang baik melebihi 22 dan lingkaran perut yang tidak lebih dari 90 cm pada laki-laki serta 80 cm pada perempuan.
  2. Penerapan diet DASH yang kaya serat pangan dan mineral tertentu disamping diet rendah garam, rendah kolesterol lemak terbatas serta diet kalori seimbang menurut penyakit penyertanya (hipertensi, displidemia serta diabetes mellitus).
  3. Membatasi asupan garam dapur hingga 3 gram/hari dengan memperhatikan pemberian mineral seperti kalsium, kalium dan magnesium menurut angka kecukupan gizi (AKG). Asupan kalsium per hari menurut AKG 800 mg/hari untuk laki-laki dan 1000 mg/hari untuk perempuan.
  4. Membatasi bahan aditif pangan yang kaya akan natrium (MSG, sodium bikarbonat, sodium nitrit, sodium benzoate) termasuk makanan 7S (snack, saus, sup yang dikalengkan, salted meat/fish, smoked meat/fish, seasonings dan sauerkraut).
  5. Olahraga secara teratur. Aerobik latihan dan modifikasi diet telah terbukti mengurangi tekanan darah, pengaruh latihan aerobik dikombinasikan dengan modifikasi diet pada fungsi neurokognitif pada individu dengan tekanan darah tinggi (yaitu, prehipertensi dan hipertensi stadium 1). Diet DASH yang dikombinasikan dengan program penurunan berat badan terbukti dapat meningkatkan fungsi memori belajar, kecepatan dan psikomotorik dan kecepatan psikomotorik yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol diet biasa. Menggabungkan latihan aerobik dengan Diet DASH dan pembatasan kalori meningkatkan fungsi neurokognitif pada individu yang kelebihan berat badan/ obesitas individu dengan prehipertensi dan hipertensi.29 Dalam keseharian diet ini dapat dimodifikasi dengan gaya hidup termasuk aktivitas fisik secara teratur, menghindari kelebihan berat badan, membatasi natrium, dan melakukan diet DASH. Karena diet DASH dapat membantu mencegah dan mengontrol peningkatan tekanan darah.12,26,30

 

  1. F.       HIPERTENSI PADA SINDROM METABOLIK

Sindroma metabolik adalah sekumpulan faktor risiko terhadap penyakit kardiovaskular dan metabolik yang meliputi resisten insulin, obesitas sentral, dislipidemia, dan hipertensi.34

NHANES III (The Third National Health and Nutri-tion Examination Survey) telah melaporkan prevalensi sindroma metabolik dengan menggunakan criteria NCEP ATP III. Diantara 8.814 orang Amerika dewasa berusia 20 tahun sindroma metabolik mencapai rata-rata 23.7%. Prevalensi sindroma metabolik meningkat dengan bertambahnya usia, dari 7% pada populasi berumur duapuluhan menjadi sekitar 44% pada populasi berusia enampuluh tahunan. Peningkatan tajam terjadi diantara dekade ketiga sampai keenam, sedangkan pada wanita peningkatan prevalensi yang tinggi terjadi diantara umur 60 – 80 tahun. Prevalensi sindroma metabolik juga bervariasi diantara etnis yang berbeda. Ras Meksiko, terutama wanita, mempunyai prevalensi sindroma metabolik 27.2%, sedangkan pada laki-laki ras Afrika ditemukan 14%. Data dari 11 studi kohort di Eropa pada populasi berumur 30-89 tahun menunjukkan bahwa, prevalensi sindroma metabolik mencapai 15.7% pada laki-laki non diabetis dan 14.2% pada wanita non diabetis. Pada populasi non Hispanic kulit putih, San Antonio Heart Study menemukan sindroma metabolik pada 31% populasi bila menggunakan kriteria ATP III, dan 30% bila memakai kriteria WHO. Di Australia sindroma metabolik mencapai 20.9%, sedangkan di Korea perkotaan sekitar 13%.34

Pada populasi umum di Bali (888 orang) sindroma metabolik rata rata 20.3%, daerah perkotaan mempunyai prevalensi yang lebih tinggi dibandingkan pedesaan. Prevalensi sindroma metabolik cenderung meningkat sampai umur 60 tahun setelah itu cenderung menurun. Hipertensi didapatkan pada 33.4% populasi sindroma metabolik, menempati urutan kedua tertinggi setelah rendahnya HDL. Prevalensi antar daerah berbeda, diduga hal ini berhubungan dengan pola makan dan jumlah asupan garam.35 Pada penelitian populasi di Depok didapatkan bahwa, prevalensi sindroma metabolik sekitar 26%, sedangkan pada kelompok umur 55 – 85 tahun mencapai 36%.34

 

Diduga hipertensi pada sindroma metabolik terjadi akibat peningkatan reabsorsi sodium dan air, sehingga terjadi ekspansi volume intravaskular yang berhubungan dengan hiperinsulin. Hiperinsulinemia juga meningkatkan aktifitas chanel Na-K ATP-ase, sehingga terjadi peningkatan Na dan Calsium intrasel yang menyebabkan peningkatan kontraksi otot polos pembuluh darah. Disfungsi endotel dan aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron juga sangat berperan pada terjadinya hipertensi pada sindroma metabolik. Selain itu aktivasi sistem saraf simpatis dengan peningkatan katekolamin juga dibuktikan mempengaruhi timbulnya hipertensi.37

Penurunan sensitifitas insulin 10 uM/m/kg atau resistensi insulin sebesar 30% akan meningkatkan tekanan sistolik 1.7 mmHg dan tekanan diastolik 2.3 mmHg. Sedangkan kenaikan tekanan darah 2 mmHg akan meningkatkan kejadian CAD 10% dan stoke sebesar 17%. Beberapa sitokin yang dihasilkan oleh sel lemak viseral seperti angiotensin, IL-6, PAI-1 dan leptin juga akan mempengaruhi tekanan darah, struktur dan fungsi vaskuler.38

 

  1. G.      PATOFISIOLOGI HIPERTENSI PADA SINDROM METABOLIK

Hipotesis terbaik menyatakan bahwa obesitas dan resistensi insulin merupakan kunci terjadinya sindrom metabolik.34 Obesitas terjadi karena ketidakseimbangan antara asupan energi dengan luaran energi, yaitu asupan energi yang tinggi atau luaran energi yang rendah. Asupan energi tinggi disebabkan konsumsi makanan yang berlebihan, sedangkan luaran energi rendah disebabkan metabolisme tubuh yang rendah, aktivitas fisik, dan efek termogenesis makanan. Kelebihan energi disimpan dalam bentuk jaringan lemak.31

Hubungan antara obesitas dan hipertensi telah lama diketahui dan telah banyak dilaporkan oleh banyak peneliti, namun mekanisme terjadinya hipertensi akibat obesitas hingga saat ini belum jelas. Sebagian besar peneliti menitikberatkan patofisiologi tersebut pada tiga hal utama yaitu gangguan sistem autonom, resistensi insulin, serta abnormalitas struktur dan fungsi pembuluh darah. Ketiga hal tersebut dapat saling mempengaruhi satu dengan lainnya.41

Akhir-akhir ini diketahui bahwa peningkatan kejadian obesitas dan sindrom metabolik terjadi akibat asupan total fruktosa meningkat. Fruktosa seperti gula lainnya menyebabkan peningkatan kadar asam urat dengan cepat. Fruktosa adalah gula biasa yang terdapat pada madu dan buah-buahan. Fruktosa sering ditambahkan pada minuman ringan, kue, permen, dan yogurt. Pemberian fruktosa oral atau intravena dalam waktu 30-60 menit dapat meningkatkan asam urat serum pada manusia dan hal ini dapat berkesinambungan. Glukosa dan gula sederhana lainnya tidak mempunyai efek seperti ini. Di hati, fruktosa akan diubah menjadi fruktosa-11 fosfat dan adenosin triphosphate (ATP) oleh enzim fruktokinase, dan selanjutnya diubah menjadi adenosin diphosphate (ADP). Turunan ADP dimetabolisme menjadi bermacam-macam subtrat purin. Pelepasan fosfat yang cepat bersamaan dengan reaksi adenosinemonophosphate (AMP) deaminase. Kombinasi keduanya akan meningkatkan substrat melalui fruktosa oral, dan enzim (deaminase AMP) merupakan regulasi produksi asam urat (Gambar 4). Asam urat yang tinggi dapat mengakibatkan disfungsi endotel dan menurunkan bioavailabilitas nitric oxide (NO) endotel. Gangguan nitric oxide memediasi terjadinya resistensi insulin dan hipertensi.40

Peran obesitas dan resistensi insulin pada sindrom metabolik telah banyak dilaporkan. Obesitas sering berhubungan dengan hiperinsulinemia, khususnya tipe android. Laki-laki obesitas cenderung mempunyai deposit lemak di daerah atas tubuh khususnya pada tengkuk, leher, bahu, dan perut yang disebut obesitas tipe android. Pada perempuan obesitas dijumpai deposit lemak dengan area yang sama dengan laki-laki meskipun mereka juga mempunyai batas area segmen bawah seperti pada bokong dan pinggul yang disebut obesitas tipe ginekoid. Pada obesitas tipe android (obesitas sentral), lemak berakumulasi sebagai lemak viseral/intra-abdominal atau lemak subkutan abdomen. Obesitas tipe android berisiko mengalami sindrom metabolik dan penyakit kardiovaskular, khususnya jika terdapat lemak viseral yang berlebihan. Kadar adiponektin yang rendah, adanya resistensi leptin, serta berbagai sitokin yang terlepas dari sel adiposa dan sel inflamasi yang menginfiltrasi jaringan lemak (misalnya makrofag) menurunkan ambilan asam lemak bebas oleh mitokondria pada beberapa jaringan, menurunkan oksidasi asam lemak bebas, dan menyebabkan akumulasi asam lemak bebas intrasel. Kelebihan asam lemak bebas intraselular dan metabolik (fatty acyl CoA, diacyglgycerol,dan ceramide) dapat memicu terjadi resistensi insulin (bahkan hiperisulinemia dan hiperglikemia).39

 

Gambar 4. Fruktosa induksi produksi asam urat di sel hati

Pada obesitas terjadi resistensi insulin dan gangguan fungsi endotel pembuluh darah yang menyebabkan vasokonstriksi dan reabsorpsi natrium di ginjal yang mengakibatkan hipertensi. Telah dibuktikan oleh penelitian yang menyatakan retensi garam berhubungan dengan hiperinsulinemia pada obesitas yang menyebabkan hipertensi. Demikian juga insulin dapat meningkatkan produksi norepinephrine plasma yang bermakna yang dapat meningkatkan tekanan darah. Perbaikan tekanan darah dan respons intoleransi glukosa dengan peningkatan aktivitas fisik pada obesitas juga berhubungan dengan penurunan kadar insulin plasma.42

Resistensi insulin dapat meningkatkan tekanan darah melalui penurunan nitric oxide yang menimbulkan vasodilatasi, peningkatan sensitivitas garam, atau peningkatan volume plasma. Penelitian lain menunjukkan kecepatan natriuresis dan pengeluaran antinatriuresis sesudah fast have dan memperlihatkan hubungan antara kadar insulin serum dan eskresi garam. Retensi natrium menyebabkan hiperinsulinemia yang indenpenden dari hipoglikemia, laju filtrasi glumerulus (LFG), aliran darah ginjal, atau kadar aldosterol plasma. Konsumsi makanan tinggi kalori akan mengakibatkan sindrom metabolik dengan meningkatnya massa lemak di daerah abdomen pada individu yang rentan. Masa lemak abdomen merupakan sumber asam lemak bebas dalam sirkulasi. Peningkatan masa sel lemak menyebabkan peningkatan produksi angiotensinogen di jaringan lemak, yang berperan penting dalam peningkatan tekanan darah. Sel lemak juga membuat enzim konvertase angiotensin dan katepsin, yang memiliki efek lokal pada katabolisme dan konversi angiotensin. Asam lemak dapat meningkatkan stres oksidatif pada sel endotel dan proses ini diamplifikasi oleh angiotensin. Telah dibuktikan bahwa renin angiotensin sistem (RAS) pada jaringan lemak terlibat dalam patofisiologi obesitas dan penyakit yang berhubungan dengan obesitas, termasuk hipertensi dan resitensi insulin. Kadar RAS lokal di dalam jaringan lemak berperan dalam meningkatkan aktivitas RAS sistemik, sehingga menyebabkan kenaikan tekanan darah. Jumlah jaringan lemak pada individu dengan obesitas menyebabkan peningkatan RAS dalam jaringan lemak. Selain itu, angiotensin II (komponen utama RAS) dan angiotensinogen (prekursor angiotensin II) berperan dalam pertumbuhan, diferensiasi dan metabolisme jaringan lemak, yang dalam jangka panjang dapat mendorong penyimpanan trigliserida dalam hati, otot rangka, serta pankreas, sehingga menyebabkan resistensi insulin.43

Pada obesitas, selain pertambahan masa lemak, masa non-lemak juga meningkat, dan terjadi hipertrofi organ seperti jantung dan ginjal. Pada ginjal terjadi glomerulomegali, vasodilatasi arteriol aferen, dan vasokonstriksi arteriol eferen yang menyebabkan hipertensi intraglomerular. Hipertensi intraglomerular merupakan awal terjadinya mikroalbuminuria dan proteinuria yang selanjutnya melalui berbagai mekanisme selular akan menyebabkan glomerulosklerosis dan fibrosis tubulointertisial pada obesitas. Peningkatan asupan lemak akan mengubah reabsorpsi natrium di ginjal. 43

Obesitas berhubungan dengan aktivitas renin-angiotensin, hiperinsulinemia dan peningkatan aktivitas sistem saraf simpatetik, dan semua ini berkontribusi pada reabsorpsi natrium dan berhubungan dengan retensi cairan sehingga menyebabkan hipertensi obesitas renal.43 Manifestasi awal hipertensi pada obesitas diawali oleh hiperensi sistolik tanpa disertai hipertensi diastolic. Pada kelompok remaja di Amerika Serikat didapatkan bahwa hipertensi sistolik tanpa disertai hipertensi diastolic merupakan faktor risiko morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler pada masa dewasa kelak.31

 

Gambar 5. Patogenesis hipertensi pada sindrom metabolic

 

  1. H.      PENATALAKSANAAN HIPERTENSI

Tujuan pengobatan hipertensi adalah menurunkan dan mencegah kejadian kardioserebrovaskular dan renal, melalui penurunan tekanan darah dan juga pengendalian dan pengobatan faktor-faktor risiko yang reversible.8

Terapi dari hipertensi tardiri dari terapi non farmakologis dan farmakologis.

  1. Terapi Non Farmakologis
    1. Menurunkan berat badan bila status gizi berlebih. Peningkatan berat badan di usia dewasa sangat berpengaruh terhadap tekanan darahnya. Oleh karena itu, manajemen berat badan sangat penting dalam prevalensi dan control hipertensi.
    2. Meningkatkan aktivitas fisik. Orang yang aktivitasnya rendah berisiko terkena hiertensi 30-50% daripada yang aktif. Oleh karena itu aktivitas fisik antara 30-45menit sebanyak > 3x/ minggu penting sebagai pencegahan primer dari hipertensi.
    3. Mengurangi asupan natrium. Apabila diet tidak membantu dalam 6 bulan, maka perlu pemberian obat anti hipertensi.
    4. Menurunkan konsumsi alcohol dan kafein. Kafein dapat memacu jantung bekerja lebih cepat, sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya. Sementara konsumsi alcohol lebih ari 2-3gelas/ hari dapat meningkatkan risiko hipertensi.
  2. Terapi farmakologis

Terapi farmakologis yaitu obat antihipertensi yang dianjurkan oleh JNC VII yaitu diuretika, terutama jenis thiiazide (Thiaz) atau aldosteron antagonis, antagonis kalsium, ACEi (Angiotensin Converting Enzyme inhibitors), ARB (angiotensin receptor blocker), dan beta-blockers. Obat-obat ini dapat digunakan sebagai monoterapi maupun sebagai bagian dari terapi kombinasi. Kelima jenis golongan obat ini telah terbukti dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler pada pengobatan hipertensi jangka panjang. 8

 

 

Terapi antihipertensi spesifik dapat dilakukan dengan melihat penyakit yang mendasarinya atau kondisi medic yang terjadi bersamaan. Sebagai contoh, penggunaan ACE inhibitor, angiotensin receptor blocker pada diabetes dengan mikroalbuminuria atau dengan proteinuria. 31

Pada penelitian Douglas dkk, (dikutip dari Matthews dan Solomon) yang memberikan obat anti hipertensi pada hipertensi primer dan sekunder berupa CCB (calcium-channel blockers) yang terdiri dari amlodipin dan nifedipin serta ACE inhibitor yang terdiri dari enalapril dan kaptopril yang pada akhirnya menyatakan pilihan obat anti hipertensi tergantung pada etiologi hipertensi tersebut. Pada pasien hipertensi yang disertai penyakit yang mendasarinya, dengan mempertimbangkan manfaat penurunan proteinuria pada pasien dengan penyakit glomerular atau malformating renalis, sebaiknya dipertimbangkan pemberian ACE inhibitor. 32

Guideline ESC/ ESH 2007 memberi petunjuk pemilihan golongan obat antihipertensi sebagai terapi inisial berdasarkan karakteristik kerusakan target organ subklinis.8

 

Tabel 2. Terapi antihipertensi sesuai dengan kerusakan organ target

 

JNC 7 (2003) merekomendasikan pilihan jenis obat antihipertensi berdasarkan ada tidaknya penyakit komorbid (Compelling Indications for Individual Drug Classes).8

 

Tabel 3. Pilihan jenis obat antihipertensi berdasarkan ada tidaknya penyakit komorbid

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

  1. B.       SIMPULAN
  2. Hipertensi merupakan gangguan kesehatan yang membebani masyarakat modern, karena tingkat kejadiannya tinggi, dampaknya sangat besar terhadap organ target (jantung, otak, ginjal, mata, pembuluh darah). Pencapaian target tekanan darah dan pengontrolan faktor-faktor risiko kardiovaskular lainya serta pengobatan penyakit komorbid harus dilakukan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat hipertensi (pendekatan holistik).
  3. Penggunaan diet DASH dapat dimodifikasi dengan gaya hidup termasuk aktivitas fisik (aerobic) secara teratur, menghindari kelebihan berat badan dan membatasi natrium. Diet DASH yang dimodifikasi dengan aktivitas fisik dapat digunakan sebagai penghambat progresifitas penyakit hipertensi.
  4. Pengobatan hipertensi bermanfaat mengurangi angka kesakitan dan kematian. Sayangnya mayoritas pasien hipertensi tidak memperoleh pengobatan optimal, karena pada umumnya hipertensi bersifat asimptomatik.
  5. Obesitas dan resistensi insulin merupakan komponen penting dan mendasari sindrom metabolik. Hipertensi pada sindrom metabolik terjadi melalui beberapa faktor yaitu peningkatan aktivitas saraf simpatis, peningkatan aktivitas sistem renin angiotensin serta gangguan vasodilatasi. Kombinasi hipertensi dan komponen sindrom metabolik akan meningkatkan timbulnya kerusakan organ target dan kejadian penyakit kardiovaskular serta mortalitas.
  6. Pada sindroma metabolik, timbunan lemak viseral dan resistensi insulin diduga merupakan faktor penyebab dari kenaikan tekanan darah dan dislipidemia yang bersifat aterogenik. Prinsip pengobatan sindroma metabolik adalah perubahan pola hidup, dengan meningkatkan aktifitas/latihan fisik dan diet rendah garam, rendah lemak jenuh dan kaya sayur/buah, sehingga dapat menurunkan berat badan, memperbaiki resistensi insulin dan menurunkan TG, serta menaikkan HDL. Pengobatan medikamentosa yang dianjurkan ditujukan terutama untuk memperbaiki kadar glukosa pada DM dan meningkatkan resistensi insulin, yaitu dengan obat hipoglikemik oral (OHO) saja atau kombinasi OHO dengan insulin. Anti hipertensi golongan ACEI atau ARB merupakan pilihan utama dan dapat dikombinasi dengan calcium channel blocker, carvedilol atau beta selektif lainnya, serta diuretik bila target tekanan darah belum tercapai. Obat obatan lain untuk menurunkan TG dan menaikkan HDL seperti golongan statin, dapat diberikan untuk membantu menurunkan factor resiko kardiovaskular.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

  1. Balitbangkes. Depkes RI. 2006. Operational study an integrated com-munity-based intervention program on common risk factors of major non-communicable diseases in Depok Jakarta: Indonesia

 

  1. Bonita R. 2001. Surveillance of risk factors for non-communicable diseases: the  WHO stepwise approach. Summary. Geneva:  World Health Organization

 

  1. Syah B.2002.  Non-communicable disease surveillance and prevention in South-East  Asia region. Report of an inter-country consulta-tion. New Delhi: WHO-SEARO

 

  1. WHO/SEARO. 2005. Surveillance of major non-communicable dis-eases in South–East  Asia region. Report of an inter-country con-sultation. Geneva: WHO

 

  1. CDC. 2002. State-specific trend in self report 3rd blood pressure screening and high blood pressure-United States 1991-1999. MMWR 51(21):456

 

  1. WHO-ISH Hypertension Guideline Committee. Guidelines of the management of hypertension. J Hypertension. 2003;21(11):1983-92

 

  1. Joint National Committee on Prevention, Detection, Evalua-tion, and Treatment of High  Blood Pressure (JNC). The Seventh Report of the JNC (JNC-7). JAMA. 2003;289(19):2560-72

 

  1. Pradana Tedjasukmana. 2012. Tata Laksana Hipertensi. Departemen Kardiologi, RS Premier Jatinegara dan RS Graha Kedoya, Jakarta, Indonesia

 

  1. Departemen Kesehatan. Survei kesehatan nasional. Laporan Departemen Kesehatan RI. Jakarta. 2004

 

  1. Hipertensi di Indonesia. In: Mansjoer  A, ed. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius;1999.p.518-21

 

  1. Depkes RI. 2008.  Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan. Jakarta

 

  1. Hartono, A. 2012. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Hal. 164-165

 

  1. Joint National Committee. 1997. Prevention, detection, evaluation and treatment of high blood  pressure. The sixth report : National Institute of Health, NIH publication No. 98: 4080

 

  1. Chobaniam AV et al. Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. JAMA 2003;289:2560-2572

 

  1. Rahajeng E & Tuminah S. 2009. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia vol. 59 no.12: 580-587

 

  1. Hernawati. Sistem renin-angiotensin-aldosteron : perannya dalam Pengaturan tekanan darah dan hipertensi Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia

 

  1. Klabunde RE. 2007.  Cardiovasculary physiology concepts.  Tersedia : http://www.cvphysiology.com/Blood%20Pressure/BP001.htm

 

  1. Guyton AC and Hall JE. 1997.  Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Alih Bahasa : Irawati setiawan, LMA Ken Ariata Tengadi, Alex Santoso. Jakarta: EGC

 

  1. Jafar, Nurhaedar. 2010. Hipertensi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar

 

  1. Depkes. 2006. Pharmaceutical care untuk penyakit hipertensi. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

 

  1. Anggi Kartikawati. 2008. Prevalensi dan determinasi kejadian Hipertensi. (Thesis) Program pascasarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

 

  1. Ibnu M. Dasar-dasar fisiologi kardiovaskuler. Jakarta : EGC, 1996

 

  1. Grober, U. 2013. Mikronutrien Penyelarasan Metabolik, Pencegahan, dan Terapi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 267-268

 

  1. Depkes RI. 2006. Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit Hipertensi. Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Jakarta

 

  1. Misti, 2009. Faktor-faktor kejadian hipertensi pada perempuan usia 20-50 tahun di Kota Bengkulu. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

 

  1. Obarzanek et al. Effects on blood lipids of a blood pressure–lowering diet: the Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH) Trial. Am J Clin Nutr. 2013; 80-89

 

  1. Malloy J et al. 2010. Effect of the DASH Diet on Pre-and Stage 1 Hypertensive Individuals in a Free-Living Environment. Nutritions and Metabolic Insight 2010: 3 15-23

 

  1. Sacks FM et al. 2001. Effect on Blood Pressure of reduce Dietary Sodium and The Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH) Diet. The New England Journal of Medicine, vol. 344, No.1 : 3-10

 

  1. Hajjar I, Kotchen TA. Trends In Prevalence, Awareness, Treatment, And Control Of Hypertension In The United States, 1998 – 2000. JAMA 2003;290:199-206

 

  1. Mahan LK, Stump SE, Raymond JL. Krause’s Food and The Nutrition Care Process Ed 13. Penerbit : Elsevier. Hal 758-769

 

  1. Syafruddin H, Taralan T. 2009. Hipertensi pada Sindrom Metabolik. Sari Pediatri, Vol. 11, no. 4, Desember 2009

 

  1. Matthews KA, Salomon K. Hostility predicts metabolic syndrome risk factors in children and adolescents. Health Psy 2003;3:279-86

 

  1. Kaplan NM. Kaplan’s Clinical Hypertension. 8th ed.Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2002. p. 137-168

 

  1. Mohammad S. 2007. Patogenesis dan Terapi Sindrom Metabolik. Jurnal Kardiol Ind 2007; 28:160-168 ISSN 0126/3773

 

  1. Suyono S, Kamso S, Oemardi M. Metabolic syndrome in the elderly should it be treated ? Naskah lengkap Surabaya Metabolic Syndrome Update-1. 2005; 9-20

 

  1. Budhiarta AAG, Aryana IGP, Saraswati MR, et al. Sindrom metabolik di Bali. Naskah lengkap Surabaya Metabolic Syn-drome Update-1. 2005; 139-147

 

  1. Reaven GM, Lithell H, Landsberg L. Hypertension and the sympatho adrenal system. N Engl J Med 1996: 334; 374-381

 

  1. Ferrannini E, Natali A, Capaldo B, et al. Insulin resistance, hyperinsulinemia and blood pressure: role of age and obesity. European Group dor Insulin Resistance (EGIR). Hypertension 1997: 30; 1144-1149.

 

  1. Yogiantoro M. Hypertension and insulin resistance. Dalam: Makalah lengkap The 6th Jakarta nephrology & hypertension course and symposium on hypertension. Pernefri;2006.h.103-115

 

  1. Sinaiko AR, Steinberger J, Moran A, Prineas RJ, Vessby B, Basu dkk. Relation of body mass index and insulin resistance to cardiovascular risk factors, inflammatory factors, and oxidative stress during adolescence. Circulation 2005;111:1985-91

 

  1. Nakagawa T, Tuttle KR, Short RA, Johnson RJ. Hypothesis: fructose-induced hyperuricemia as a causal mechanism for the epidemic of the metabolic syndrome. Nature Clin Pract Nephrol 2005;1:80-6

 

  1. Dornfeld LP, Maxwell MH, Wals A, Tuck M. Mechanisms of hypertension in obesity. Kidney Int 1987;22:254-8

 

  1. Aneja A, El-Atat F, McFarlane IS, Sowers RJ. Hypertension and obesity. Diunduh dari http://rphr. endojournal.org

 

  1. Azadbakht L, Mirmiran P, Esmaillzadeth A, et al. Beneficial effect of a dietary approaches to stop hypertension eating palnon feature of the metabolic syndrome. Diabetes Care 2005: 28; 2823-2831

 

 

^_^

Menjalani hambatan sebagaii pendorong atau titik balik diri untuk memperoleh dan meraih kehidupan yang lebih baik, kehidupan yang diimpikan.

Pemenang “KEHIDUPAN”

Pemenang “KEHIDUPAN” adalah:

Orang yang telah mengerti akan hakekat ciptaan Tuhan.

Orang yang telah merasakan kehadiran Tuhan dalam hatinya.

Orang yang telah berdamai dengan “masa lalunya”.

Orang yang pandai bersyukur dalam setiap kondisi & mengerti hakekat syukur.

Orang yang hanya berharap keridhaan Tuhan akan masa depannya.

Orang yang sabar dalam setiap kondisi & mengerti makna dibaliknya.

Orang yang selalu ikhlas dalam setiap amalnya.

Orang yang tetap hening dalam keramaian & tetap ramai dalam keheningan.

Orang yang tetap “SEJUK” ditempat yang “PANAS”,

yang tetap “MANIS” ditempat yang begitu “PAHIT”,

yang tetap merasa “KECIL” meskipun telah menjadi”BESAR”,

yang tetap “TENANG” ditengah “BADAI” yang paling “HEBAT”

yang tetap rendah hati & sederhana dalam sikap hidup.

serta “TETAP” mengandalkan “TUHAN” dalam segala perkara.

 

Salam…..

catatan pinggir jalan

TAHUKAH ANDA APA PENYEBAB WANITA LEBIH BANYAK YANG PUSING KEPALANYA DIBANDING LELAKI?

*** Informasi ini dipersembahkan oleh: INFO SEHAT WANITA. Halaman kami: https://www.facebook.com/InfoSehatWanita ***

Wanita sering menderita pusing daripada lelaki. Kelelahan atau gaya hidup sering dituding menjadi penyebabnya. Bagi Anda yang juga kerap merasa pusing, Anda perlu hati-hati karena penyebab dari pusing ini tidak selalu sesimpel itu. Bisa saja pusing disebabkan oleh faktor lain yang lebih parah tapi Anda tidak mengetahuinya. Ada beberapa faktor yang dilansir dari livestrong.com termasuk penyebab pusing:

– Kehamilan
Hamil dapat meningkatkan volume darah dan detak jantung juga menurunkan tekanan darah. Inilah yang menimbulkan sakit pada kepala. Biasanya ketika Anda berdiri tiba-tiba setelah duduk akan terasa seperti kehilangan keseimbangan.

– Menopause
Turunnya estrogen secara drastis saat menopause dapat menyebabkan sakit kepala. Sakit kepala akan sering terjadi sampai hormon estrogen tercukupi dengan pengobatan atau terapi.

– Vertigo
Vertigo memang dikenal sebagai penyebab pusing. Masalah di dalam telinga dan migrain juga termasuk akibat dari vertigo.

– Masalah sirkulasi darah
Kurangnya pasokan darah ke otak dapat menyebabkan pusing. Ini bisa terjadi karena adanya penyumbatan pada arteri atau kelainan jantung. Anda harus berhati-hati ya dengan yang satu ini.

– Infeksi
Infeksi dapat terjadi pada rongga telinga dikarenakan bakteri atau virus. Infeksi ini dapat mengganggu keseimbangan tubuh yang berujung pada sakit kepala.

– Gula darah rendah
Hindarilah makan terlalu lama dan perbanyak makan agar gula darah meningkat dan frekuensi pusing pun berkurang.

– Faktor diatas ada yang alami ada juga disebabkan kurang menjaga kesehatan tubuh. Anda harus selalu menjaga asupan nutrisi dan usahakan meminum vitamin secara teratur.